Minggu, 02 November 2014

Konstitusi dan tata perundang-undangan




MAKALAH
KEWARGANEGARAAN
Tentang
KONSTITUSI dan TATA PERUNDANG-UNDANGAN
http://buku-on-line.com/wp-content/uploads/2012/04/Logo-IAIN-Imam-Bonjol-Padang.jpg

Disusun Oleh kelompok IV :
Dwi Yuli      1314040750
Salde Ofera 1314040894

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Firdaus, M.Ag

TADRIS MATEMATIKA C
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) IMAM BONJOL PADANG
2014 M / 1435 H
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Negara dan konstitusi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Konstitusi adalah aturan main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dan negara. Konstitusi suatu negara biasa disebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD).
Dalam pembangunan negara dan warga negara demokratis, keberadaan konstitusi yang demokratis sangatlah penting. Dengan kata lain, konstitusi demokratis lahir dari negara yang demokratis. Namun demikian, tidak ada jaminan adanya konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah negara yang demokratis. Hal itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa yang otoriter. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokratis namun pada kenyataannya bertindak tidak demokratis.
B.     RUMUSAN MASALAH
Pada bab ini akan diuraikan unsur-unsur penting dalam konstitusi: pengertian, sejarah, fungsi, tujuan, dan perubahankonstitusi. Dibagian akhir akan pula dipaparkan seputar tata perundang-undangan di Indonesia.
C.    TUJUAN
a.       Memahami konsep dasar konstitusi
b.      Mengetahui klasifikasi konstitusi
c.       Memahami sejarah konstitusi di Indonesia
d.      Mengtahui perubahan konstitusi
e.       Mengetahui urutan tata perundang-undangan Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Konstitusi
1.    Menurut Etimologi
Kata “konstitusi” berasal dari bahasa prancis constituer “dan constitution, kata pertama berarti membentuk, mendirikan dan menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata (masyarakat) (morissan,2011). Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengn istilah “ Grondwet” yang berarti Undang-undang Dasar Grond adalah dasar,wet adalah undang-undang.[1]
Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dan dua kata yaitu cume dan statuere. Cume  adalah sebuah preposisi yang berarti “bersama dengan”,sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri. Atas dasar kata statue mempunyai arti “ membuat sesuatu berdiri atu mendirikan/menetapkan. Dengan demikian bentuk tunggal (constitutions) berarti segala sesuatu secara bersama-sama telah ditetapkan. Dan dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Menurut L.J Apeldoom sebenarnya antara keduanya tidak sama arti Undang-undang Dasar hanyalah sebatas hokum dasar yang tertulis, sedng konstitusi di samping memuat hokum dasar yang tertulis juga mencakup hukum dasar yang tak tertulis.
 Menurut K.C. Wheare dalam bukunya “Modern Constitution”yang dikutip oleh Musthafa Kamal Pasha secara garis besarnya konstitusi dibagi dua yaitu:
1.    Konstitusi yang semata-mata berbicara sebagai naskah hokum, suatu ketentuan yang mengatur “the rule of the constitution”.
2.      Konstitusi bukan saja mengatur ketentuan-ketentuan hokum, tetapi juga mencantumkan idelogi,aspirasi dan cita-cita politik,the statement of  idea,pengakuan,kepercayaan,suatu beloofs beliijdenis dari bangsa yang menciptakannya.
Konstitusi jenis kedua ini, dimana digambarkan filsafat Negara yang akan dibentuk. Sebagai contoh seperti konstitusi Amerika Serikat, konstitusi-konstitusi Prancis dan konstitusi-konsitusi Republik  Indonesia
           Konstitusi Negara Republik Indonesia, baik dalam konstitusi RIS, dalam UUD-S 1950 maupun UUD 1945 sebagaimana yang diakui oleh Hans Kalsen adalah termasuk jenis konstitusi yang kedua. Di dalam ke tiga konstitusi tersebut terlihat secara jelas ideologi pancasila yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia.sebab ideologi pancasila tidak saja dapat ditemukan dalam pembukannya, tetapi juga dalam batang tubuhnya, pasal demi pasal seluruhnya menampilkan warna atau jiwa ideologi pancasila secara jelas.[2]

2. Menurut Terminologi (Istilah)
      a. Menurut E.C.S. Wade dalam Miriam Budiardjo (1977:69) konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negar dan menetapkan pokok-pokok cara-cara kerja badan-badan tersebut.
      b. Menurut  Sovermin Lohman, di dalam makna konstitusi terdapat tiga unsure yang sangat menonjol.
          1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontak sosial), artinya kostitusi merupakan hasil dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
          2) Konsitusi sebagai piagam yang menjamin hak asasi manusia dan warga negara sekaligus menentukan batas-batas dan kewajiban warga Negara dan alat-alat pemerintahannya.
          3) Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangun pemerintahan.
          Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang fundamental ini maka aturan itu harus kuat dan tidak boleh berubah-ubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang sifatnya sesaat.
Sedangkan menurut Herman Heller dalam bukunya Ver  Vassung lehre (ajaran tentang konstitusi) yang dikutip oleh Kusnardi, yang membagikan konstitusi dalam tiga tingkat berikut:


1.    Konstitusi sebagai pengertian sosial politik.
Pada pengertian yang pertama ini konstitusi belum merupakan pangertian hukum, ia baru mencerminkan keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri
2.    Konstitusi sebagai pengertian hukum.
Pada pengertian kedua ini, keputusan-keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu perumusan yang normative, yang kemudian harus berlaku (gehoren).pengertian politik diartikan sebagai cine seine yaitu suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut dilarang.
3.    Konsitusi sebagai suatu peraturan hukum.
Pengertian ketiga ini adalah suatu peraturan hukum yang tertulis. Dengan demikian Undang-undang asas adalah salah satu bagian dari konsitusi bukan sebagai penyamaaan pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya penyamaan pengertian adalah pendapat yang keliru, apabila ada penyamaan pengertian maka ini adalah akibat pengaruh dari aliran kodifikasi (aliran modern).[3]

B.  Sifat, Tujuan dan Fungsi dari Konstitusi
Menurut Prof.K.C Where, sifat dari konstitusi dapat dibagi sebagai berikut
a.       Tertulis dan Tidak Tertulis
Dalam dunia modern, paham yang membedakan tertulis atau tidak tertulis suatu konsititusi sudah hampir tidak ada. Kalau masih ada konsititusi yang tidak tertulis hanya di Inggris. Namun demikian gambaran dari kosintitusi ini sudah kabur atau sudah tidak bisa dibuktikan secacara pasti, demikian pula sebaliknya kalau dikatakan negara berkonsititusi tertulis dimana ada juga konsititusinya tidak tertulis. Misalnya di Indonesia banyak hal-hal yang hidup, yang pada suatu waktu menyingkirkan Undang-undang Dasar sendiri karena hidup dan diterima masyarakat. Undang-undang Dasar 1945 waktu berlaku pertama kalinya tidak pernah dijalakan sesuai dengan system pemerintahan. Misalnya, cabinet Sjahril yang parlementer dalam masa Undang-undang Dasar 1945 yang presidensil. Inilah yang disebut konvensi (convention).[4]
Konstitusi di Inggris seperti disebutkan Dicey dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu :

1.   The Law of the Constitution (Hukum Konstitusi)
Unsur-unsur utamanya adalah:
a.    Historic Documents (dokumen-dokumen sejarah) seperti: Magna Carta 1215 (The Great Charta 1215), Petition of Rights (1689, Bill of Rights (1689).
b.   Parliamentary Statutes (Undang-undang yang dibuat oleh parlemen), misalnya: undang-undang yang membatasi kekuasaan raja, undang-undang yang menjamin hak sipil, undang-undang yang mengatur pemungutan suara, undang-undang yang membentuk pemerintahan local, dan sebagainya.
c.    Judicial Decissions (Keputusan-keputusan Pengadilan), yaitu yang menentukan arti dan memberi batasan undang-undang dan traktat.
d.   Principles and Rule of Common Law (Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum kebiasan Inggris), ini timbul atas atas kebiasaan yang kadang-kadang diperkuat pleh putusan pengadilan dan tidak pernah diundangkan oleh parlemen misalnya prerogative raja umumnya berdasarkan commom law.

2.   The Conventation of the Constitution (Konvensi-konvensi) Unsur-unsur utamanya adalah :
a.    Kelaziman (habits)
b.   Tradisi-tradisi (traditions)
c.    Kebiasaan-kebiasaan (customs)
d.   Praktek-praktek (practices)
 Unsur-unsur tersebut di atas mengatur sebagai besar aktivitas-aktivitas sehari-hari dari pemerintahan di Inggris.
Perbedaan antara hukum konstitusi dan konvensi konstitusi bukan terletek pada yang satu tertulis dan yang tidak tertulis, tertapi bentuk yang pertama ( hukum konstitusi) diakui dan dapat dipaksakan oleh pengadilan, sedangkan yang kedua (konvensi konstitusi) betapa pun pentingnya dalam praktek tak dapat dipaksakan melalui badan-badan peradilan.
Kalau dititk beratkan dalam pengertian tertulis dan tidak tertulis, kita akan menolak pendapat ini, karena di Inggris sendiri banyak juga konvensi yang tertulis.
b.      Fleksibel atau Rigid
 Fleksibel atau rigidnya suatu konstitusi tergantung  dari tiga hal, yaitu:    

1.    Mudah atau tidak mudah diubah.
Mudah atau tidak mudah diubah, tergantung dari pasal-pasal konstitusi itu sendiri (yuridis formal). Misalnya, Undang-undang Dasar 1945 memberikan kemungkinkan mengubah Undang-undang Dasar sendiri melalui pasal 37 yang berbunyi :
a.    Untuk mengubah Undang-undang  Dasar, sekarang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
b.   Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota yang hadir.[5]
Berdasarkan pasal tersebut di atas, berarti untuk mengubah Undang-undang Dasar 1945 dibutuhkan minimal 2/3 x 2/3 x jumlah yang hadir. Sungguh suatu jumah yang sukar diperoleh. Bila ditambah dengan ketentuan TAP MPR No.1 jo MPR No.lV tahun 1983, maka walaupun MPR menghendaki perubahan Undang-undang Dasar 1945, masih memerlukan persetujuan rakyat Indonesia melalui suatu referendum.
Jadi bila ditinjau dari mudah atau tidak mudah diubah, maka Undang-undang Dasar 1945 termasuk Undang-undang Dasr yang tidak mudah diubah.

2.   Mudah dan tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.
Mudah atau tidak dalam menyesuaikan diri tergantung dari isi dan banyaknya pasal-pasal dari konstitusi itu sendiri. Seperti kita ketahui, isi dari konstitusi adalah mengenai garis-garis besar atau yang pokok atau yang dasar tentang kehidupan negara dan masyarakat. Ada negar yang menyangkutkan isinya dalam mengatur hal-hal yang pentimg. Hal ini kurang kami setujui, karena sifatnya temporer atau diartikan relatif. Tidak selalu yang penting merupakan hal yang pokok atau merupakan garis-garis besar atau hal-hal yang dasar, tetapi hal-hal yang pokok, yang dasar dan merupakan garis-garis besar pasti penting. Misalnya, kedaulatan di tangan rakyat, itu adalah penting dan juga merupakan garis-garis yang pokok atau yang dasar.

3. Tergantung kekuatan yang nyata, yang ada dalam masyarakat. Suatu konstitusi dikatakan fleksibel atau rigid, juga tergantung dari kekutan –kekuatan dalam masyarakat itu misalnya Angkatan Bersenjata, Buruh, Tani, Pressure Group,Partai Politik, dan lain sebagainya.
Konstitusi suatu negara seharusnya tidak sering berubah, sebab kalu sering berubah mengakibatkan kemerosotan dari kewibawaan konstitusi itu sendiri. Mengubah Undang-undang Dasar bisa berarti :
a.    Secara artifisial dipaksa dibuat. Ini dilakukan melalui revolusi, perebutan kekuasaan, mencaplok negara lain, dan sebagainya.
b.   Karena kehidupan sosial masyarakat itu sudah berubah (sudah jauh dari yang tertulis).
Jallinek membedakan perubahan Undang –undang Dasar dalam dua hal yaitu verfassungsanderung dan verfassungwandlung. Verfassungsanderung adalah perubahan Undang-undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Dasar yang bersangkutan. Verfassungwandlung adalah perubahan Undang-undang Dasar dengan cara yang tidak disebutkan dalam Undang-undang Dasar tersebut, tetapi melalui cara istimewa seperti revolusi, coup d’etat, konvensi, dan sebagainya. [6]

Tujuan Konstitusi :
a.       Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah
b.      Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah
c.       Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Fungsi Konstitusi :
a.       Menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa Negara
b.      Penjamin hak-hak asasi manusia[7]

C.          Sejarah Lahirnya Konstitusi di Indonesia dan Perkembangannya
            Pada 29 Mei 1945 dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini beranggotakan wakil-wakil dari beberapa aliran yang terpenting dalam pergerakan kebangsaan yang berjumlah 62 orang, yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat. Badan ini mengadakan sidang pertama kali tanggal 27 Mei sampai 17 Juli 1945. Pada pembukaan sidang, Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat menyampaikan pidato ringkas. Inti dari pidato itu berisi pernyatan. Apa bentuk dasar negara Indonesia yang akan segera lahir.[8]
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.
Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian itu memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-Undang Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh RakyatIndonesia melalui suatu referendum.(Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap no.IV/MPR/1983 tentang referendum) 
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi.[9]
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
a.       Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 (Penetapan Undang-Undang Dasar 1945)
Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.
b.      Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 (Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat)
Perjalanan negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.
c.       Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 (Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950)
Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.
d.      Periode 5 Juli 1959 – sekarang (Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945)
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.[10]

D.          Perubahan Konstitusi di Indonesia
Dalam sistem ketatanegaraan modren, terdapat dua modl perubahan konstitusi yaitu: renewel ( pembaharuan), dan amandemen (perubahan). Renewel adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Negara yang menganut sistem ini antara lain Belanda,Jerman, dan Perancis. Sedangkan, Amandemen adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi dirubah, konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain perubahan pada model amandemen tidak terjadi secara keseluruhan bagian dalam konstitusi asl sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang menyertai konstitusi awa. Negara yang menganut sistem ini adalah Amerika Serikat termasuk Indonesia dengan pengalaman empat kali melakukan amandemen.
Menurut Miriam Bidiarjo, ada empat macam prosedur dalam perubahan konstitusi baik dalam model renewel dan amandemen :
1.      Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapakan quorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerimanya.
2.      Referendum
3.      Negara negara bagian dalam negara federal
4.      Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.[11]
Menurut CF. Strong ada empat cara terhadap perubahan konstitusi yaitu :
1.      Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi,menurut pembatasan pembatasan tertentu.
2.      Perubahan konstitusi dan yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum
3.      Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan (Tim ICCE UIN,2007,1999).
Menurut  Agustian Teros Narang dalam bukunya “Reformasi Hukum (2003)”ada empat cara dalam melakukan amandemen UUD 1945 yaitu :
1.      Merubah rumusan yang telah ada contoh pasal 2 ayat 1 sebelum diubah berbunyi “MPR terdiri atas anggota DPR ditambah utusan dari daerah-daerah an golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan UU”. Setelah di ubah mejadi “MPR terdiri atsa anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum yang diatur lebih lanjut dengan UU”. Dengan demikian amandemen telah mengubah total rumusan yang telah ada sebelumnya.
2.      Membuat rumusan yang baru sam sekali. Contoh pasal 6 yat 1 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dengan demikian yang memilih Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi MPR, tetapi dipilih secara langsug oleh rakyat.
3.      Mengahapus atau mengilangkan rumusan yang ada. Contoh ketentuan dalam Bab IV UUD 1945 Tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
4.      Memindahkan rumusan Pasal kedalam rumusan ayat atau sebaliknya memindahkan rumusan ayat ke dalam rumusan pasal. Contoh Pasal 34 dalam UUD 1945, yang asli tidak memiliki ayat namun setelah diamandemen pasal ini memiliki 4 ayat (Marisson, 2005 : 35).[12]
Dalam Perubahan IV UUD 1945 diatur tentang tata cara perubahan undang-undang. Bersandar pada pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa:
1.      Usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2.      Setiap usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertuli sdan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3.      pasal-pasal Undang-Undang dasar, sidang Mejlis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang kurangnya dilakukan 2/3 dari jumlah anggota majlis Permusyawaratan Rakyat.
4.      Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan persetujuan skurang-kurangnya lima puluh persen di tambah satu anggota dari seluruh anggota Majlis Permusyawaratan Rakyat.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi atau UUD 1945 yang dilakukan di Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak diproklmirkan kemerdekaan Indonesia sebagai berikut:
1.      Undang-undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949).
2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
3.      Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
4.      Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999).
5.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 November 2001).
7.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I,II danIII ( 9 November 2001-10 Agustus 2002).
8.      Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III dan IV (10 Agustus 2002)- sekarang.[13]

Konstitusi Sebagai Piranti Demokratis
Konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu :
1.      Menetapkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2.      Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3.      Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga negara dan penduduk negara, sehingga dengan demikian entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan hak-hak dasar orang perorang.
4.      Pembatasan pemerintahan.
5.      Adanya jaminan terhadap keutuhan negara nasional dan integritas wilayah.
6.      Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum dan bebas.
7.      Adanya jaminan berlakunya hukum dan keadilan melalui proses peradilan yang independen.
8.      Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara yang meliputi:
a.       Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias politika
b.      Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan

Lembaga Kenegaraan Pasca Amandemen UUD 1945
Pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu : Legislative, Eksekutif dan Yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan tersebut terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas maupun mengenai perlengkapan yang melakukannya. Sebelum perubahan UUD 1945, alat alat kelengkapan Negara dalam UUD 1945 adalah:  Lembaga Kpresidenan,MPR, DPA, DPR, BPK, dan kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat kelengkapan Negara yang di sebut dengan lembaga tinggi Negara menjadi delapan lembaga, yakni: MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Reformasi ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga kenegaraan sebagai hasil dari proses amandemen UUD 1945 dapat dilihat pada tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut yang dikelompokkan dalam kelembagaan legislative, eksekutif, dan yudikatif sebagaimana dijelaskan di bawah ini :
a.       Lembaga Legislative
Struktur lembaga perwakilan rakyat secara umum terdiri dari dua model yaitu lembaga perwakilan rakyat satu kamar ( unicameral ) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar ( bicameral )
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang.  DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Diantara tugas wewenang DPR antara lain :

1.      Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2.      Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3.      Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidan tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
4.      Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
5.      Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
6.      Membahas dan menindak lanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK
7.      Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain
8.      Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
9.      Dan sebagainya

b.      Lembaga Eksekutif
Pemerintahan (government) pada dasarnya memiliki dua pengertian:
a)      Government in broader sense, yaitu pemerintahan yang meliputi keseluruhan lembaga kenegaraan(legislative, eksekutif, dan yudikatif)
b)      Government in narrower sense, yaitu pemerintahan yang hanya berkenaan dengan fungsi eksekutif saja
Kekuasaan eksekutif, dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kemauan Negara dan pelaksanaan UU. Dalam Negara demokratis, kemauan Negara dinyatakan melalui undang-undang. Maka tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan undang-undang.
Wewenang , Kewajiban, dan Hak Presiden antara lain:
a.       Memegang kakuasaan pemerintah menurut UUD
b.      Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
c.       Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR. Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU
d.      Menetapkan Peraturan Pemerintah
e.       Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
f.       Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
g.      Mengangkat duta dan konsul serta menerima penempatan duta Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR

c.       Lembaga Yudikatif
Kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
1.      Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha Negara
2.      Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Agung adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 (perubahan ketiga), kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
a.       Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, memguji peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
b.      Mengajukan 3 orang Hakim Konstitusi
c.       Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

Sedangkan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Salah satu landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara. Maka itu bila terjadi persengketaan antara lembaga tinggi Negara, diperlukan sebuah lembaga khusus yang menangani sengketa tersebut yang disebut Mahkamah Konstitusi. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah:
a.       Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
b.      Memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Dibentuknya komisi yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat diluar struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa.
Komisi yudisial melakukan pengawan terhadap:
a.       Hakim Agung di Mahkamah agung
b.      Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung seperti Peradilan Umum. Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan badan peradilan lainnya
c.       Hakim Mahkamah Konstitusi 

d.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK dapat dikatakan mitra kerja yang berat abgi DPR terutama dalam mengawasi kinerja pemerintahan, yang berkenaan dengan soal-soal keuangan dan kekayaan Negara. BPK adalah lembaga Negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
BPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat strategis karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan anggaran serta keuangan Negara, yaitu:

a.       Memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada DPR,DPRD dan DPD
b.      Memeriksa semua pelaksanaan APBN, dan
c.       Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan Negara.

Dari tugas dan wewenang tersebut diatas, Moh. Kusnardi menyimpulkan bahwa fungsi pokok BPK yakni:
1.      Fungsi operatif, yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan Negara.
2.      Fungsi yudikatif, yaitu melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, serta menimbulkan kerugian bagi Negara.
3.      Fungsi rekomendasi, yaitu memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan Negara.[14]

E.        Tata Urutan Perundang-Undangan Indonesia Kerangka Implementasi Konstitusi/Undang_undang Dasar
Dalam perpustakaan ilmu hukum di Indonesia, istilah Negara hukum merupakan terjemahan dari rechsstaat dan the rule of law. Konsep rechsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya perlindungan terhadap HAM; 2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM; 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan; 4. Adanya peradilan administrasi. Dalam kaitan dengan Negara hukum tersebut, tertib hukum yang membentuk adanya tata urutan perundang-undangan menjadi suatu keniscayaan dan kemestiaan dalam menyelenggarakan Negara atau pemerintahan.
Tata urutan perundang-undangan dalam kaitan dengan implementasi konstitusi Negara Indonesia adalah merupakan bentuk tingkatan perundang-undangan. Sejak 1966 telah dilakukan perubahan atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tata urutan (hierarki) perundang-undangan perlu di atur untuk menciptakan keteraturan hokum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di awal tahun 1966, melalui ketetapan MPRS No. XX/MPR/1966 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturab perundang-undangan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Undang-Undang Dasar 1945
2.      Ketetapan MPR
3.      Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.      Peraturan Pemerintah
5.      Keputusan Presiden
6.      Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
a. Peraturan Menteri
b. Intruksi Menteri
c. Dan lain-lainnya
Selanjutnya berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Penyempurnaan terhadap tat urutan perundang-undangan Indonesia terjadi kembali pada tanggal 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) menjadi Undang-undang. Dalam UU NO. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), yang berlaku secara efektif pada bulan November 2004. Keberadaan undang-undang ini sekaligus menggantikan peraturan tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalam Ketetapan MPR No. III Tahun 2000 sebagaimana tercantum di atas. Tata urutan peraturan Perundang-undangan dalam UU PPP ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 adalah sebagai berikut:
1.      Undang-unang Dasar 1945
2.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3.      Peraturan Pemerintah
4.      Peraturan Presiden
5.      Peraturan Daerah, yang meliputi:
a. Peraturan Daerah Provinsi
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
c. Peraturan Desa

Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan diatasnya, tidak bisa dilaksanakan hokum. Sebagai contoh peraturan presiden atau peraturan yang bertentangan dengan peraturan presiden atau peraturan pemerintah bahkan dengan undang-undang, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan, begitu juga peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat dilaksanakan bila bertentangan dengan undang-undang, apalagi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. [15]




























BAB III
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
Konstitusi adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah,menjamin hak-hak rakyat yang diperintah,menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Fungsi konstitusi adalah menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa Negara. Sifat atau Klasifikasi Konstitusi : tertulis dan tidak tertulis, fleksibel dan kaku,derajat tinggi dan tidak derajat Tinggi,serikat dan Kesatuan,sistem pemerintahan Presidensial dan sistem Pemerintahan Parlementer.
   Penerapan perubahan itu, baik dalam merumuskan undang-undang pelaksanaanya, maupun penerapannya dalam praktik, tidaklah mudah. Sebagian besar undang-undang pelaksanaannya, kecuali undang-undang tentang kementerian negara seperti kami katakan tadi, telah selesai disusun. Namun, masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, sehingga perlu untuk terus-menerus disempurnakan. Kesulitan merumuskan undang-undang pelaksanaannya itu, seringkali pula disebabkan oleh ketidakjelasan rumusan pasal-pasal UUD 1945 pasca amandemen. Bahasa yang digunakan kerapkali bukan bahasa hukum, seperti istilah tindak pidana berat dan perbuatan tercela yang dapat dijadikan sebagai alasan impeachment kepada Presiden dan Wakil Presiden. Sistematika perumusan pasal-pasal juga menyulitkan penafsiran sistematis. Hal ini disebabkan oleh keengganan MPR untuk menambah jumlah pasal UUD 1945, dan merumuskan ulang seluruh hasil amandemen itu secara sistematis.



[1] Hasymi, 2012, Pendidikan Kewarganegaraan,(Padang:Hayfa Press), hal.39
[2] Ibid, hal.40
[3] Ibid, hal.42-43
[4] Kusnardi,1988, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama), hal. 144
[5] Ibid, hal.146
[6] Ibid, hal.149-150
[7] Blog.ub.ac.id/makalah pendidikan kewarganegaraan-konstitusi Indonesia/28-9-214
[8] ibid, hal.45

[9] Blog.ub.ac.id/makalah pendidikan kewarganegaraan-konstitusi Indonesia/28-9-2014
[10] ibid, hal.46-49
[11] Abdul Rozak,Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICCE UIN syarif   Hidayatullah),hal,72
[12]ibid, hal.54-55


[13] ibid,hal,74-75

[14] ibid,hal,75-86

[15] Ibid,hal.87-89